Namaku
Uni Zaefah. Biasa dipanggil uni, kelahiran Pekalongan 20 Agustus 1997. Karena
berat badanku yang berbeda dengan berat badan bayi biasa. Aku terpaksa dilahirkan
secara caesar di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Ketika aku bayi, aku sempat
akan diambil oleh seorang nenek. Bu dheku yang setia menungguku di ruang bayi
langsung histeris dan langsung memanggil bapakku yang sedang menemani ibu.
Nenek tadi mengira aku adalah cucunya. Kehisterisan Bu Dheku bertambah saat
nenek tersebut enggan mengembalikanku ke keluarga dan hendak membawaku pulang.
Namun setelah seorang perawat datang dan menjelaskan bahwa aku bukan cucunya,
nenek tersebut langsung mengembalikanku kepada keluargaku. Aku adalah buah hati dari Ibu Siti Narsih dan Bapak
Casrawi. Aku anak kedua dari dua
bersaudara. Aku mempunyai kakak laki-laki, ia bernama Wahid Hasyim. Hubungan
diantara kita sangat baik, walaupun kadang meributkan masalah yang sepele.
Sejak kecil aku tinggal di Dk. Wonosirno Rt 02 Rw 04 Ds. Kutosari Kec.
Karanganyar Kab. Pekalongan.
Karena kulitku yang putih dan mataku yang
sipit, seringkali orang yang baru kutemui mengira aku adalah keturunan cina.
Padahal tak ada yang keturunan cina di keluargaku, semuanya Jawa asli. Yang
terparah adalah ibuku sendiri dikira pengasuh bayi oleh beberapa orang. Karena
melihat wajahku yang oriental. Dan mengira aku adalah anak dari orang cina yang
dititipkan di ibuku. Mendengar hal itu pamanku langsung mengatakan bahwa aku
adalah anak kandung dari ibu.
Waktu
umurku 4 tahun, kedua orangtuaku mendaftarkanku
di TK PGRI Kutosari. Sebuah TK yang dekat dengan rumah. Setiap pagi ibu mengantarkanku pergi ke sekolah. Dengan
bergandengan tangan, aku berjalan beriringan disebelah ibu. Bagiku masa-masa
taman kanak-kanak sangatlah menyenangkan, dunia bermain dan menambah teman. Aku
termasuk siswi yang cengeng di sekolah. Waktu itu ada perlombaan balap lari.
Aku mengikuti perlombaan tersebut, namun aku berlari dengan lamban akhirnya aku
kalah. Kemudian aku mengadu kepada ibu dan menangis di pelukannya. Bukan itu
saja, aku pernah menangis dalam acara perayaan ulang tahun teman TKku, karena aku tak mendapat potongan kue ulang
tahunnya. Aku pernah menangis sangat kencang di sekolah. Ibu memarahiku
tepatnya memberi nasihat kepadaku karena aku tak sengaja menelan permen karet.
Mungkin kecengenganku itu diakibatkan karena aku satu-satunya anak perempuan di
rumah, dan seringkali ibu memanjakanku.
Masa
kanak-kanak sudahku lewati, setelah
lulus TK aku melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi yaitu masa-masa sekolah
dasar. Aku melanjutkan di SD Negeri Kutosari. Sekolah dasar yang dapat
dijangkau dengan mudah dari rumah dengan jalan kaki. Bagiku masa-masa SD itu
menyenangkan. Aku mendapat teman baru dan kisah baru. Aku termasuk murid
berprestasi di sekolah. Walau waktu pertama masuk kelas satu hanya mendapat peringkat 6. Menurutku itu adalah awal bagus untukku. Namun, setelah
kenaikan kelas 2 peringkatku naik sangat
jauh. Yang dulunya hanya perinngkat 6, sekarang mendapat peringkat 1 dikelas. Sejak
menjadi juara kelas, aku semakin semangat belajar. Dan hasil semangat belajar
itulah aku mampu bertahan menjadi si peringkat pertama. Menjadi seorang juara
kelas membuatku senang, namun aku tetap bersyukur dan tak menjadi anak yang
sombong.
Ada
cerita lucu ketika aku kelas 2 SD. Pada saat itu sedang ramai-ramainya bersepeda.
Waktu itu aku belum bisa mengendarai sepeda dengan baik. Aku juga belum mempunyai sepeda. Keinginan yang
besar untuk bisa mengandarai sepeda
dengan baik membuat ku nekat untuk meminjam sepeda baru teman. Tak berfikir
panjang aku langsung bersepeda di jalan raya, padahal waktu itu aku belum
pernah bersepeda sebelumnya. Akibat dari kenekatanku itu, aku jatuh dari sepeda
dan terjebur ke sungai. Tak henti-hentinya aku menangis akibat kejadian
tersebut. Pengalaman yang memalukan.
Aku
juga aktif dalam organsasi, kelas 3 aku mengikuti pesta siaga dan ditunjuk
untuk menjadi ketua. Ini pengalaman pertamaku memimpin teman-teman. Kelas 5 SD
aku mengikuti kemah penggalang jambore, kali ini aku juga ditunjuk sebagai
ketua. Entah mengapa geruku memilihku menjadi ketua. Padahal aku sempat di
ragukan untuk menjadi ketua, karena kondisi fisikku yang lemah akibat lomba
gerak jalan. Namun tetap saja gururku memilihku sebagai ketua.
Waktu
kelas 5 SD, aku pernah akan diikutkan lomba meringkas buku oleh guruku. Karena
pada saat itu, dibandingkan dengan yang lain nilai bahasa indonesiakulah yang bagus.
Untuk mengikuti lomba itu, aku berlatih meringkas buku degan baik. Namun ketika
hari pelaksanaan lomba tiba, aku terpaksa membatalkan untuk mengikuti lomba,
karena aku jatuh sakit dan mengharuskanku untuk istirahat di rumah. Tak hanya
itu, waktu kelas 5 SD aku pernah ditunjuk menjadi pemimpin upacara bendera. Ini
terlihat lucu, gadis kecil sepertiku berada di tengah lapangan dan memimpin
jalannya upacara. Tak hanya pengalaman yang menyenangkan yang kurasa di kelas
5, namun pengalaman yang menyadihkan dan bisa dikatakan menyebalkan. Aku pernah
dimusuhi oleh semua teman kelasku, karena aku tak mau memberikan Pekerajan
rumahku kepada teman-temanku. Bisa dikatakan saat itu aku dibully
habis-habisan. Kira-kira satu minggu lebih aku tak mempunyai teman di kelas.
Menyedihkan bukan?
Masa-masa
sekolah dasar hampir usai dan tibalah waktunya ujian nasional. Menurut
pandangan siswa sekolah dasar ujian nasional adalah sebuah ujian terberat dan
menegangkan. Karena kelulusan kita tergantung pada ujian nasiaonal. Namun
setelah kulalui ternyata tak mengerikan seperti yang kubayangkan dulu. Ketika
tiba pengumuman hasil ujian nasional, namaku berada di urutan pertama dari daftar
siswa seangkataku. Aku mendapat nilai yang terbesar di sekolah. Sesuatu yang
sangat membahagiakan. Dan tentunya membuat orangtuaku bangga.
Tamat
sekolah dasar aku melanjutkan ke sekolah menengah pertama, awalnya aku ingin
melanjutkan ke salah satu SMP Negeri di pekalongan. Namun kedua orangtuaku
menginginkan agar aku masuk ke MTs (Madrasah Tsanawiyah). Mengharapkan agar aku
mendalami ilmu agama. Awalnya aku tak mau menuruti perintah orangtua, namun
setelah aku berfikir cukup lama. Akhirnya aku menurutinya , Karena ridhonya
Allah adalah ridhonya orangtua. Dulu memang sempat menyesal masuk sekolah
swasta. Ditambah dengan teman-teman sekolah dasarku yang sering
membanding-bandingkan sekolah negeri dan sekolah swasta. Pada saat itu perasaan
malu dan minder muncul pada diriku. Hal itu sangatlah menyebalkan. Seiring
berjalannya waktu aku menikmati masa-masa sekolahku di MTs. Bergaul dengan teman baru dan menimati
suasana sekolah yang menyanangkan. Tentunya menjadi siswi yang berprestasi di
sekolah.
Tahun
pertama di MTs, aku mendapatkan peringkat ke 2 di kelas. Bagiku itu adalah awal
yang baik. Namun rasa kecewa hinggap di hati ketika semester dua, peringkatku
menurun drastis. Yang tadinya peringat 2
kini malah turun menjadi peringkat 5. Bagiku, ini seperti mimpi buruk. Karena
rasa kecewa yang dalam, aku tak bisa menahan tangis. Bukan hanya aku yang
merasa kecewa, ibuku yang telah mengharapkan anaknya menjadi seseorang yang
berprestasi juga ikut kecewa dengan hasil yang kudapatkan. Aku berfikir ini
sungguh memalukan dan berjanji kepada kejadian itu takkan terulang. Setelah
peristiwa menyakitkan itu terjadi, aku lebih rajin untuk mengulang pelajaran
dan lebih suka menghabiskan waktu luang untuk membaca atau mengerjakan latihan
soal.
Di
sekolahku terdapat sistem random class, jadi setiap kenaikan kelas tiba kita
akan mendapatkan teman baru dan kelas yang baru pula. Naik kelas dua, aku
mendapatkan kelas dan teman yang berbeda. Sekarang aku semakin bersemangat
untuk menjadi yang terbaik di kelas. Semakin giat untuk belajar dan tak ingin
bermalas-malasan. Hasil kerja keras itu membuahkan hasil yang maksimal. Tibalah
pengumuman peringkat kelas. Aku sangat bahagia karena aku mendapat peringkat pertama
di kelas. Itu semua membayar rasa kecewaku dulu. Tentunya membuat kedua
orangtuaku bangga.
Tak
hanya prestasi yang kudapakan dari masa-masa Mtsku, aku juga mendapatkan sahabat
terbaik. Walau terkadang kita bersaing dalam prestasi yang kita dapatkan. Namun
kita saling mendukung satu sama lain. Mengenal mereka, aku lebih mengerti makna
persahabatan dan berbagi. Aku lebih memahami petingnya sebuah sahabat di
perjalanan hidup yang kulalui.
Detik-detik
ujian nasional akan tiba, rasa takut dan tegangpun menghinggapi hati.
Orangtuaku khawatir dengan ujian nasional yang akanku lewati nanti. Ditambah
dengan isu bahwa ada lima paket soal ujian nasional. Walaupun di sekolah ada
program bimbingan belajar untuk mendalami materi UN. Namun ibu menyarankanku
untuk mengikuti bimbingan belajari di luar program sekolah. Aku menyetujui saran dari ibu. Aku paling lemah dalam pelajaran matematika,
jadi ibu mengikutkanku dalam bimbingan belajar matematika. Namun bukan di
lembaga bimbingan belajar yang resmi, hanya bimbingan belajar pada guru
matematika yang dekat dengan rumah. Karena bimbingan belajar dengan guru biasa
lebih murah daripada pada lembaga bimbingan belajar yang resmi.
Ujian
nasional pun tiba, selama tiga tahun sekolah. Kelulusan bergantung pada empat
hari ujian nasional. Lima paket soal dalam ujian nasional kali ini memang benar
adanya. Memaksimalkan belajar materi ujian dengan baik dan berdo’a agar
semuanya berjalan lancar, tak lupa meminta do’a restu kepada keluarga. Segala
rangkaian proses itu telah ku lalui. Hasilnyapun tak mengecewakan. Aku
bersyukur lulus dengan hasil yang memuaskan.
Setelah
lulus MTs, aku memutuskan untuk mondok dan sekolah di Al Hikmah 2 sebuah pondok
terbesar di Jawa Tengah. Dan MA sebagai sekolah yang kupilih. Tak pernah ada
rencana untuk mondok sebelumnya, awalnya aku ingin melanjutkan ke SMA N 1 Kajen
atau ke SMK Karanganyar jurusan farmasi, namun kedua orangtuaku menyarankan
agar aku mondok di pesantren, akupun menuruti keinginan orangtua. Walau berat
untuk meninggalkan keluarga dan sahabat-sahabatku. Aku harus tetap pergi
meninggalkan mereka. Tepat tanggal 31 juni 2012 aku mendaftar untuk menjadi
santri di PP Al Hikmah 2 sekaligus mendaftar menjadi siswi MA Al Hikmah 2, kala
itu aku diantarkan oleh bapak dan ibu.
Tak kuasa air mata jatuh kala aku harus ditinggalkan sendiri di tempat yang baru.
Ini pengalaman pertamaku tinggal jauh dari orangtua. Rasa tak betah dan ingin
pulang hinggap pada diriku. Sebuah perasaan yang wajar dirasakan oleh santri
baru. Dan ini adalah awal baru untukku. Mencari jati diri yang sesungguhnya.
MA
Al Hikmah 2 yang biasa disebut Malhikdua school, sekolah yang tak pernah saya
bayangkan sebelumnya. Aku tak tahu betul
mengenai madrasah aliyah ini. Aku hanya
melihat brosur yang kudapat dari teman ketika perpisahan sekolah. Karena
tampilan brosur yang menarik, aku langsung tertarik dengan MA Al Hikmah 2. Aku
tertarik dengan program pembelajaran di malhikdua. Di malhikdua ada tiga
program yaitu MA terpadu (IPA dan IPS ), Emercy (ipa unggulan) dan keagamaan. Aku
tertarik pada emercy, aku mempunyai ambisi agar aku lulus tes masuk emercy.
Segala rangkaian tes ku jalani. Dan akhirnya aku lulus tes masuk tersebut.
Namun kelulusanku pada tes masuk emercy tak membuatku senang, karena setelah
mendengar dari kakak kelas bahwa emercy menakutkan dan cerita yang lain tentang
emercy. Aku sempat tak ingin masuk emercy. Namun ini adalah awal dari
perjalananku. Aku tak akan mundur sebelum aku mecobanya.
Pertama masuk kelas emercy aku masih merasa canggung karena belum megenal teman sekelas.
Pertama kali masuk, jumlah kelas angkatanku adalah 35 anak. Namun karena di
emercy mengenal sitem eliminasi setiap pergantian semester, jumlah murid di
kelasku berubah-ubah. Sitem eliminasi inilah yang pernah membuatku ingin pindah
ke kelas ipa regular. Aku merasa tertekan berada di kelas emercy, teman sekelas
yang pintar membuat persaingan sangat kurasa. Ditambah
dengan beberapa pelajaran yang sulit untuk kuikuti. Aku meminta bapakku agar
menghubungi pembina emercy, meminta agar aku dipindahkan ke kelas reguler.
Setelah berulang kali bapakku menelfon pembina emercy, akhinya aku dipanggil
untuk menghadap pembina emercy. Beliau tak mengizinkanku untuk pindah dari
kelas emercy. Kata beliau ini wajar bagi siswa baru sepertiku. Aku mencoba
bertahan dan menkmati kelas yang menurutku menakutkan. Ibuku memberi jangka
waktu kepadaku, jika sampai semester dua nanti aku tetap tak betah aku akan
dipindahkan untuk bersekolah di rumah. Namun setelah kujalani dengan penuh cinta,
aku bisa menikmati dan merasa nyaman walau terkadang bayang-bayang eliminasi
muncul di kepala.
Tibalah
kenaikan kelas, walau aku termasuk siswa yang lemah di kelas, aku masih diberi
kesempatan untuk bertahan di kelas emercy. Nilai ulangan fisika dan
matematikaku tak sebagus teman-teman. Seringkali aku berada di zona yang tak
aman. Aku selalu ingin merubah segalanya. Jika melihat nilaiku yang hancur itu,
maka bayangan eliminasi serasa tepat di depan mata. Dari pengalaman sebelumnya
aku harus tak mengulangi kesalahanku dulu, tidak bersantai-santai dan tidak
bermalas-malasan.
Di kelas dua ini, aku mendapat ujian yang
sangat berat. Ujian yang harus mengikhlaskan orang yang ku sayang pergi. Aku
harus menerima kenyataan pahit. Menerima takdir telah digariskan Allah dalam
hidupku. Ibu yang kusayang telah dipanggil oleh yang Maha Kuasa. Ibu yang telah
membesarkanku telah pergi dan tak mungkin kembali. Ini merupakan pukulan yang
menyakitkan yang kurasa sepanjang hidupku. Karena peristiwa tersebut aku harus
pulang kerumah, dan terpaksa harus meninggalkan pelajaran di sekolah, padahal
besok adalah ulangan tengah semester. Benar-benar inilah ujian hidup yang
berat. Tak mudah untukku bangkit dari kesedihan mendalam. Satu minggu aku tak
berangkat sekolah dan dua hari tak mengikuti ulangan tengah semester. Menangis
tiada henti takkan menghidupkan ibuku kembali dan tak bisa merubah takdir yang
digariskan oleh Allah kepadaku. Aku sadar bahwa di dunia ini tak ada yang
abadi. Semua makhluk diciptakan oleh-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Aku
menata hidup, membuka lembaran baru dan menjalani hidupku tanpa kehadiran sosok
ibu. Kehilangan sang motivator, penyemangat dan panutan terbaik. Dan bangkit
menjadi remaja yang mandiri. Terlepas dari ujian terberatku itu, aku harus
melanjutkan mondok dan sekolah. Menjadi pribadi yang lebih baik dan siswa yang
berprestasi. Aku harus membuat ibuku tersenyum melihatku menjadi seorang yang
sukses di masa depan.
Tibalah
kenaikan kelas, aku bersyukur masih tetap bertahan di emercy. Sebuah kebanggaan
tersendiri mampu bertahan di emercy. Walau saat memasuki awal semester dua, aku
masuk zona kuning. Bisa dibilang zona yang mengkhawatirkan. Perasaanku saat itu
adalah takut bila nanti aku akan tereleminasi dan harus meninggalkan kelas
emercy. Padahal yang ku tahu dulu adalah kelas 3 sudah tak ada eliminasi,
karena kelas 3 diharapkan fokus untuk menghadapi UN. Sungguh posisi di zona
kuning membuatku merasa perjuanganku selama hampir 3 tahun ini tak ada gunanya
dan sia-sia. Namun aku masih bisa bertahan di kelas emercy. Aku tak akan
menyia-nyiakan kesempatan dan kepercayaan dari guruku, aku akan memperbaiki
prestasi burukku yang dulu. Lebih rajin belajar dan tak membuag waktu. Dan
lebih melakukan hal-hal positif. Lebih mendekatkan diri pada Allah dan
memperbanyak tirakat.
Bulan
januari kemarin semua siswa spesifkasi bahasa harus mengikuti TOEFL. Karena
emercy adalah kelas unggulan dan masuk dalam spesifikasi bahasa, jadi kelas 3 diwajibkan
mengikuti tes TOEFL. Tahun sebelumnya, TOEFL diselenggarakan oleh sekolah di
UGM, namun tahun ini TOEFL diselenggarakan di UPI Bandung. Aku hanya mendapat
nilai 450, jauh dari yang kuharapkan. Mungkin ini pengaruh kurangnya belajar
dan tidak memaksimalkan berlatih soal-soal TOEFL.
Sekarang waktuku adalah untuk fokus UN dan
seleksi masuk PTN. Lebih giat belajar dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin.
Berdo’a agar lulus UN dan lulus pada jalur SNMPTN nanti. Aku mengharapkan agar
aku bisa lulus SNMPTN, denganuniversitas dan jurusan yang telah kuharapkan. Semua
yang kita harapkan akan terwujud bila kita mau usaha dan berdo’a.
Inilah
otobiografi yang telah kubuat dan yang akan kupersembahkan kepada guru bahasa
indonesiaku. Semoga dapat mengambil makna hidup dari perjalanan yang telah
kutuliskan. Terimakasih.