Get me outta here!

Selasa, 17 Maret 2015

About Me



Namaku Uni Zaefah. Biasa dipanggil uni, kelahiran Pekalongan 20 Agustus 1997. Karena berat badanku yang berbeda dengan berat badan bayi biasa. Aku terpaksa dilahirkan secara caesar di RSUD Kraton Kabupaten Pekalongan. Ketika aku bayi, aku sempat akan diambil oleh seorang nenek. Bu dheku yang setia menungguku di ruang bayi langsung histeris dan langsung memanggil bapakku yang sedang menemani ibu. Nenek tadi mengira aku adalah cucunya. Kehisterisan Bu Dheku bertambah saat nenek tersebut enggan mengembalikanku ke keluarga dan hendak membawaku pulang. Namun setelah seorang perawat datang dan menjelaskan bahwa aku bukan cucunya, nenek tersebut langsung mengembalikanku kepada keluargaku.  Aku adalah buah hati dari Ibu Siti Narsih dan Bapak  Casrawi. Aku anak kedua dari dua bersaudara. Aku mempunyai kakak laki-laki, ia bernama Wahid Hasyim. Hubungan diantara kita sangat baik, walaupun kadang meributkan masalah yang sepele. Sejak kecil aku tinggal di Dk. Wonosirno Rt 02 Rw 04 Ds. Kutosari Kec. Karanganyar Kab. Pekalongan.
 Karena kulitku yang putih dan mataku yang sipit, seringkali orang yang baru kutemui mengira aku adalah keturunan cina. Padahal tak ada yang keturunan cina di keluargaku, semuanya Jawa asli. Yang terparah adalah ibuku sendiri dikira pengasuh bayi oleh beberapa orang. Karena melihat wajahku yang oriental. Dan mengira aku adalah anak dari orang cina yang dititipkan di ibuku. Mendengar hal itu pamanku langsung mengatakan bahwa aku adalah anak kandung dari ibu.
Waktu umurku  4 tahun, kedua orangtuaku mendaftarkanku di TK PGRI Kutosari. Sebuah TK yang dekat dengan rumah. Setiap pagi ibu  mengantarkanku pergi ke sekolah. Dengan bergandengan tangan, aku berjalan beriringan disebelah ibu. Bagiku masa-masa taman kanak-kanak sangatlah menyenangkan, dunia bermain dan menambah teman. Aku termasuk siswi yang cengeng di sekolah. Waktu itu ada perlombaan balap lari. Aku mengikuti perlombaan tersebut, namun aku berlari dengan lamban akhirnya aku kalah. Kemudian aku mengadu kepada ibu dan menangis di pelukannya. Bukan itu saja, aku pernah menangis dalam acara perayaan ulang tahun teman TKku,  karena aku tak mendapat potongan kue ulang tahunnya. Aku pernah menangis sangat kencang di sekolah. Ibu memarahiku tepatnya memberi nasihat kepadaku karena aku tak sengaja menelan permen karet. Mungkin kecengenganku itu diakibatkan karena aku satu-satunya anak perempuan di rumah, dan seringkali ibu memanjakanku.
Masa kanak-kanak sudahku  lewati, setelah lulus TK aku melanjutkan ketingkat yang lebih tinggi yaitu masa-masa sekolah dasar. Aku melanjutkan di SD Negeri Kutosari. Sekolah dasar yang dapat dijangkau dengan mudah dari rumah dengan jalan kaki. Bagiku masa-masa SD itu menyenangkan. Aku mendapat teman baru dan kisah baru. Aku termasuk murid berprestasi di sekolah. Walau waktu pertama masuk kelas satu  hanya mendapat peringkat 6. Menurutku  itu adalah awal bagus untukku. Namun, setelah kenaikan kelas 2  peringkatku naik sangat jauh. Yang dulunya hanya perinngkat 6, sekarang mendapat peringkat 1 dikelas. Sejak menjadi juara kelas, aku semakin semangat belajar. Dan hasil semangat belajar itulah aku mampu bertahan menjadi si peringkat pertama. Menjadi seorang juara kelas membuatku senang, namun aku tetap bersyukur dan tak menjadi anak yang sombong.
Ada cerita lucu ketika aku kelas 2 SD. Pada saat itu sedang ramai-ramainya bersepeda. Waktu itu aku belum bisa mengendarai sepeda dengan baik. Aku  juga belum mempunyai sepeda. Keinginan yang besar  untuk bisa mengandarai sepeda dengan baik membuat ku nekat untuk meminjam sepeda baru teman. Tak berfikir panjang aku langsung bersepeda di jalan raya, padahal waktu itu aku belum pernah bersepeda sebelumnya. Akibat dari kenekatanku itu, aku jatuh dari sepeda dan terjebur ke sungai. Tak henti-hentinya aku menangis akibat kejadian tersebut. Pengalaman yang memalukan.
Aku juga aktif dalam organsasi, kelas 3 aku mengikuti pesta siaga dan ditunjuk untuk menjadi ketua. Ini pengalaman pertamaku memimpin teman-teman. Kelas 5 SD aku mengikuti kemah penggalang jambore, kali ini aku juga ditunjuk sebagai ketua. Entah mengapa geruku memilihku menjadi ketua. Padahal aku sempat di ragukan untuk menjadi ketua, karena kondisi fisikku yang lemah akibat lomba gerak jalan. Namun tetap saja gururku memilihku sebagai ketua.
Waktu kelas 5 SD, aku pernah akan diikutkan lomba meringkas buku oleh guruku. Karena pada saat itu, dibandingkan dengan yang lain nilai bahasa indonesiakulah yang bagus. Untuk mengikuti lomba itu, aku berlatih meringkas buku degan baik. Namun ketika hari pelaksanaan lomba tiba, aku terpaksa membatalkan untuk mengikuti lomba, karena aku jatuh sakit dan mengharuskanku untuk istirahat di rumah. Tak hanya itu, waktu kelas 5 SD aku pernah ditunjuk menjadi pemimpin upacara bendera. Ini terlihat lucu, gadis kecil sepertiku berada di tengah lapangan dan memimpin jalannya upacara. Tak hanya pengalaman yang menyenangkan yang kurasa di kelas 5, namun pengalaman yang menyadihkan dan bisa dikatakan menyebalkan. Aku pernah dimusuhi oleh semua teman kelasku, karena aku tak mau memberikan Pekerajan rumahku kepada teman-temanku. Bisa dikatakan saat itu aku dibully habis-habisan. Kira-kira satu minggu lebih aku tak mempunyai teman di kelas. Menyedihkan bukan?
Masa-masa sekolah dasar hampir usai dan tibalah waktunya ujian nasional. Menurut pandangan siswa sekolah dasar ujian nasional adalah sebuah ujian terberat dan menegangkan. Karena kelulusan kita tergantung pada ujian nasiaonal. Namun setelah kulalui ternyata tak mengerikan seperti yang kubayangkan dulu. Ketika tiba pengumuman hasil ujian nasional, namaku berada di urutan pertama dari daftar siswa seangkataku. Aku mendapat nilai yang terbesar di sekolah. Sesuatu yang sangat membahagiakan. Dan tentunya membuat orangtuaku bangga.
Tamat sekolah dasar aku melanjutkan ke sekolah menengah pertama, awalnya aku ingin melanjutkan ke salah satu SMP Negeri di pekalongan. Namun kedua orangtuaku menginginkan agar aku masuk ke MTs (Madrasah Tsanawiyah). Mengharapkan agar aku mendalami ilmu agama. Awalnya aku tak mau menuruti perintah orangtua, namun setelah aku berfikir cukup lama. Akhirnya aku menurutinya , Karena ridhonya Allah adalah ridhonya orangtua. Dulu memang sempat menyesal masuk sekolah swasta. Ditambah dengan teman-teman sekolah dasarku yang sering membanding-bandingkan sekolah negeri dan sekolah swasta. Pada saat itu perasaan malu dan minder muncul pada diriku. Hal itu sangatlah menyebalkan. Seiring berjalannya waktu aku menikmati masa-masa sekolahku  di MTs. Bergaul dengan teman baru dan menimati suasana sekolah yang menyanangkan. Tentunya menjadi siswi yang berprestasi di sekolah.
Tahun pertama di MTs, aku mendapatkan peringkat ke 2 di kelas. Bagiku itu adalah awal yang baik. Namun rasa kecewa hinggap di hati ketika semester dua, peringkatku menurun drastis. Yang tadinya peringat  2 kini malah turun menjadi peringkat 5. Bagiku, ini seperti mimpi buruk. Karena rasa kecewa yang dalam, aku tak bisa menahan tangis. Bukan hanya aku yang merasa kecewa, ibuku yang telah mengharapkan anaknya menjadi seseorang yang berprestasi juga ikut kecewa dengan hasil yang kudapatkan. Aku berfikir ini sungguh memalukan dan berjanji kepada kejadian itu takkan terulang. Setelah peristiwa menyakitkan itu terjadi, aku lebih rajin untuk mengulang pelajaran dan lebih suka menghabiskan waktu luang untuk membaca atau mengerjakan latihan soal.
Di sekolahku terdapat sistem random class, jadi setiap kenaikan kelas tiba kita akan mendapatkan teman baru dan kelas yang baru pula. Naik kelas dua, aku mendapatkan kelas dan teman yang berbeda. Sekarang aku semakin bersemangat untuk menjadi yang terbaik di kelas. Semakin giat untuk belajar dan tak ingin bermalas-malasan. Hasil kerja keras itu membuahkan hasil yang maksimal. Tibalah pengumuman peringkat kelas. Aku sangat bahagia karena aku mendapat peringkat pertama di kelas. Itu semua membayar rasa kecewaku dulu. Tentunya membuat kedua orangtuaku bangga.
Tak hanya prestasi yang kudapakan dari masa-masa Mtsku, aku juga mendapatkan sahabat terbaik. Walau terkadang kita bersaing dalam prestasi yang kita dapatkan. Namun kita saling mendukung satu sama lain. Mengenal mereka, aku lebih mengerti makna persahabatan dan berbagi. Aku lebih memahami petingnya sebuah sahabat di perjalanan hidup yang kulalui.
Detik-detik ujian nasional akan tiba, rasa takut dan tegangpun menghinggapi hati. Orangtuaku khawatir dengan ujian nasional yang akanku lewati nanti. Ditambah dengan isu bahwa ada lima paket soal ujian nasional. Walaupun di sekolah ada program bimbingan belajar untuk mendalami materi UN. Namun ibu menyarankanku untuk mengikuti bimbingan belajari di luar program sekolah. Aku  menyetujui saran dari ibu.  Aku paling lemah dalam pelajaran matematika, jadi ibu mengikutkanku dalam bimbingan belajar matematika. Namun bukan di lembaga bimbingan belajar yang resmi, hanya bimbingan belajar pada guru matematika yang dekat dengan rumah. Karena bimbingan belajar dengan guru biasa lebih murah daripada pada lembaga bimbingan belajar yang resmi.
Ujian nasional pun tiba, selama tiga tahun sekolah. Kelulusan bergantung pada empat hari ujian nasional. Lima paket soal dalam ujian nasional kali ini memang benar adanya. Memaksimalkan belajar materi ujian dengan baik dan berdo’a agar semuanya berjalan lancar, tak lupa meminta do’a restu kepada keluarga. Segala rangkaian proses itu telah ku lalui. Hasilnyapun tak mengecewakan. Aku bersyukur lulus dengan hasil yang memuaskan.
Setelah lulus MTs, aku memutuskan untuk mondok dan sekolah di Al Hikmah 2 sebuah pondok terbesar di Jawa Tengah. Dan MA sebagai sekolah yang kupilih. Tak pernah ada rencana untuk mondok sebelumnya, awalnya aku ingin melanjutkan ke SMA N 1 Kajen atau ke SMK Karanganyar jurusan farmasi, namun kedua orangtuaku menyarankan agar aku mondok di pesantren, akupun menuruti keinginan orangtua. Walau berat untuk meninggalkan keluarga dan sahabat-sahabatku. Aku harus tetap pergi meninggalkan mereka. Tepat tanggal 31 juni 2012 aku mendaftar untuk menjadi santri di PP Al Hikmah 2 sekaligus mendaftar menjadi siswi MA Al Hikmah 2, kala itu aku  diantarkan oleh bapak dan ibu. Tak kuasa air mata jatuh kala aku harus ditinggalkan sendiri di tempat yang baru. Ini pengalaman pertamaku tinggal jauh dari orangtua. Rasa tak betah dan ingin pulang hinggap pada diriku. Sebuah perasaan yang wajar dirasakan oleh santri baru. Dan ini adalah awal baru untukku. Mencari jati diri yang sesungguhnya.
MA Al Hikmah 2 yang biasa disebut Malhikdua school, sekolah yang tak pernah saya bayangkan sebelumnya. Aku  tak tahu betul mengenai madrasah aliyah ini. Aku  hanya melihat brosur yang kudapat dari teman ketika perpisahan sekolah. Karena tampilan brosur yang menarik, aku langsung tertarik dengan MA Al Hikmah 2. Aku tertarik dengan program pembelajaran di malhikdua. Di malhikdua ada tiga program yaitu MA terpadu (IPA dan IPS ), Emercy (ipa unggulan) dan keagamaan. Aku tertarik pada emercy, aku mempunyai ambisi agar aku lulus tes masuk emercy. Segala rangkaian tes ku jalani. Dan akhirnya aku lulus tes masuk tersebut. Namun kelulusanku pada tes masuk emercy tak membuatku senang, karena setelah mendengar dari kakak kelas bahwa emercy menakutkan dan cerita yang lain tentang emercy. Aku sempat tak ingin masuk emercy. Namun ini adalah awal dari perjalananku. Aku tak akan mundur sebelum aku mecobanya.
 Pertama masuk kelas emercy aku masih merasa  canggung karena belum megenal teman sekelas. Pertama kali masuk, jumlah kelas angkatanku adalah 35 anak. Namun karena di emercy mengenal sitem eliminasi setiap pergantian semester, jumlah murid di kelasku berubah-ubah. Sitem eliminasi inilah yang pernah membuatku ingin pindah ke kelas ipa regular. Aku merasa tertekan berada di kelas emercy, teman sekelas yang pintar membuat persaingan sangat kurasa. Ditambah dengan beberapa pelajaran yang sulit untuk kuikuti. Aku meminta bapakku agar menghubungi pembina emercy, meminta agar aku dipindahkan ke kelas reguler. Setelah berulang kali bapakku menelfon pembina emercy, akhinya aku dipanggil untuk menghadap pembina emercy. Beliau tak mengizinkanku untuk pindah dari kelas emercy. Kata beliau ini wajar bagi siswa baru sepertiku. Aku mencoba bertahan dan menkmati kelas yang menurutku menakutkan. Ibuku memberi jangka waktu kepadaku, jika sampai semester dua nanti aku tetap tak betah aku akan dipindahkan untuk bersekolah di rumah. Namun setelah kujalani dengan penuh cinta, aku bisa menikmati dan merasa nyaman walau terkadang bayang-bayang eliminasi muncul di kepala.
Tibalah kenaikan kelas, walau aku termasuk siswa yang lemah di kelas, aku masih diberi kesempatan untuk bertahan di kelas emercy. Nilai ulangan fisika dan matematikaku tak sebagus teman-teman. Seringkali aku berada di zona yang tak aman. Aku selalu ingin merubah segalanya. Jika melihat nilaiku yang hancur itu, maka bayangan eliminasi serasa tepat di depan mata. Dari pengalaman sebelumnya aku harus tak mengulangi kesalahanku dulu, tidak bersantai-santai dan tidak bermalas-malasan.
 Di kelas dua ini, aku mendapat ujian yang sangat berat. Ujian yang harus mengikhlaskan orang yang ku sayang pergi. Aku harus menerima kenyataan pahit. Menerima takdir telah digariskan Allah dalam hidupku. Ibu yang kusayang telah dipanggil oleh yang Maha Kuasa. Ibu yang telah membesarkanku telah pergi dan tak mungkin kembali. Ini merupakan pukulan yang menyakitkan yang kurasa sepanjang hidupku. Karena peristiwa tersebut aku harus pulang kerumah, dan terpaksa harus meninggalkan pelajaran di sekolah, padahal besok adalah ulangan tengah semester. Benar-benar inilah ujian hidup yang berat. Tak mudah untukku bangkit dari kesedihan mendalam. Satu minggu aku tak berangkat sekolah dan dua hari tak mengikuti ulangan tengah semester. Menangis tiada henti takkan menghidupkan ibuku kembali dan tak bisa merubah takdir yang digariskan oleh Allah kepadaku. Aku sadar bahwa di dunia ini tak ada yang abadi. Semua makhluk diciptakan oleh-Nya dan akan kembali kepada-Nya. Aku menata hidup, membuka lembaran baru dan menjalani hidupku tanpa kehadiran sosok ibu. Kehilangan sang motivator, penyemangat dan panutan terbaik. Dan bangkit menjadi remaja yang mandiri. Terlepas dari ujian terberatku itu, aku harus melanjutkan mondok dan sekolah. Menjadi pribadi yang lebih baik dan siswa yang berprestasi. Aku harus membuat ibuku tersenyum melihatku menjadi seorang yang sukses di masa depan.
Tibalah kenaikan kelas, aku bersyukur masih tetap bertahan di emercy. Sebuah kebanggaan tersendiri mampu bertahan di emercy. Walau saat memasuki awal semester dua, aku masuk zona kuning. Bisa dibilang zona yang mengkhawatirkan. Perasaanku saat itu adalah takut bila nanti aku akan tereleminasi dan harus meninggalkan kelas emercy. Padahal yang ku tahu dulu adalah kelas 3 sudah tak ada eliminasi, karena kelas 3 diharapkan fokus untuk menghadapi UN. Sungguh posisi di zona kuning membuatku merasa perjuanganku selama hampir 3 tahun ini tak ada gunanya dan sia-sia. Namun aku masih bisa bertahan di kelas emercy. Aku tak akan menyia-nyiakan kesempatan dan kepercayaan dari guruku, aku akan memperbaiki prestasi burukku yang dulu. Lebih rajin belajar dan tak membuag waktu. Dan lebih melakukan hal-hal positif. Lebih mendekatkan diri pada Allah dan memperbanyak tirakat.
Bulan januari kemarin semua siswa spesifkasi bahasa harus mengikuti TOEFL. Karena emercy adalah kelas unggulan dan masuk dalam spesifikasi bahasa, jadi kelas 3 diwajibkan mengikuti tes TOEFL. Tahun sebelumnya, TOEFL diselenggarakan oleh sekolah di UGM, namun tahun ini TOEFL diselenggarakan di UPI Bandung. Aku hanya mendapat nilai 450, jauh dari yang kuharapkan. Mungkin ini pengaruh kurangnya belajar dan tidak memaksimalkan berlatih soal-soal TOEFL.
 Sekarang waktuku adalah untuk fokus UN dan seleksi masuk PTN. Lebih giat belajar dan memanfaatkan waktu sebaik mungkin. Berdo’a agar lulus UN dan lulus pada jalur SNMPTN nanti. Aku mengharapkan agar aku bisa lulus SNMPTN, denganuniversitas dan jurusan yang telah kuharapkan. Semua yang kita harapkan akan terwujud bila kita mau usaha dan berdo’a.
Inilah otobiografi yang telah kubuat dan yang akan kupersembahkan kepada guru bahasa indonesiaku. Semoga dapat mengambil makna hidup dari perjalanan yang telah kutuliskan. Terimakasih.